Think. Feel. Share. Inspire.

Posts tagged ‘raihan’

The Heaven’s Flower

“Life with a special baby has so many highs and lows.
Every challenge is a heartache and every joy is celebrated and felt so much more deeply.
Each moment is truly valued and cherished.
The bond that I share with my son is stronger than any earthly attachment and goes beyond simply that of a mother and child because of what we have struggled through and survived together!
It is summed up perfectly by “the strongest steel goes through the hottest fire”.”

-http://motherofmiracle2011.blogspot.com-

Raihan, one defines it as the “Heaven’s flower”, some others say it means “Fragrance of Heaven”, will always live eternally in my heart. His spirit to endure all the pain and struggle to survive open my mind, empowering me to get through all of this sorrow.

There is always another story in life, there is more to this than meets the eye.

Memoar Raihan, sang Permata Jiwa (3)

Cobaan baru datang

Setelah operasi kedua, kondisi Raihan semakin lama semakin menunjukkan perkembangan yang positif. Namun di sisi lain, warna kulit dan putih matanya terlihat kuning. Saat kutanyakan pada dokter anak, mengapa anakku tidak disinar atau difototerapi, beliau menjawab bahwa yang bermasalah bukan bilirubin indirect, yang bersifat patologis dan bisa diatasi dengan dijemur atau difototerapi. Yang bermasalah adalah kadar bilirubin direct yang cukup tinggi yang disebabkan gangguan di organ liver dan sekitarnya. Saat diperiksa, kadarnya berkisar di angka 20 padahal seharusnya ada dalam rentang 0 – 1. Dokter anak Raihan lalu berinisiatif untuk segera melakukan USG abdomen pada anakku untuk melihat barangkali ada pembesaran liver atau lainnya.

Begitu selesai dilakukan USG abdomen, kami langsung meminta dokter radiologinya menjelaskan hasil diagnosisnya. Beliau menyampaikan bahwa Gall Bladder (GB/ kantung empedu) anakku tidak terlihat. Artinya, kemungkinan anakku juga mengalami penyumbatan di saluran empedunya, seperti yang terjadi pada Bilqis, penderita atresia bilier yang beberapa waktu lalu beritanya diblow up oleh media. Mendengar kabar itu aku dan suamiku menunduk.. kalut.. tidak mampu berucap sepatah katapun. Ya Allah.. ujian ini belum selesai.

Dokter anakku memutuskan untuk merujuk anakku ke rumah sakit pemerintah dengan alasan di sana teknologinya lebih lengkap dan dokter anak spesialis hepatology pun ada di sana semua. Kami pun menyetujuinya setelah mempertimbangkan berbagai faktor. Esoknya, tepat usia 5 minggu, anakku dipindah ke rumah sakit pemerintah dan menginap di sana. Sejak itu aku tidak pernah pulang karena menemani Raihan dan merawatnya 24 jam. Walaupun masih berada di rumah sakit, tapi aku cukup lega karena aku bisa berada di dekat anakku sepanjang hari, sesuatu yang selama ini bagaikan mimpi. Aku berharap kedekatanku dengannya secara psikologis dan fisik akan membantu mempercepat pemulihan kondisi anakku.

Esoknya anakku dipuasakan untuk menjalani prosedur DAT dan USG abdomen ulang. Hasilnya menunjukkan bahwa kantung empedu anakku ada, namun ukurannya tidak mengalami perubahan. Seharusnya saat dipuasakan, kantung empedu berukuran besar dan saat lambung dimasuki makanan, cairan empedu keluar dan membuat kantung empedu mengecil. Namun hasil USG Raihan tidak menunjukkan hal itu. Dokter ahli radiologinya pun merasa janggal, karena beliau menemukan saluran empedu, tetapi anehnya ukuran kantung empedu tidak mengalami perubahan. Beliau meminta agar Raihan di USG kembali seminggu kemudian.

Selama seminggu itu, aku diharuskan dokter hepatology meminumkan puyer Urdafalk dan Flumucyl yang berfungsi meluruhkan bilirubin yang menyumbat serta memproteksi liver. Beliau juga memintaku memeriksa feses dan urin anakku. Jika urinnya berwarna pekat seperti teh dan fesesnya berwarna kuning pucat, itu merupakan pertanda ada masalah dengan liver anakku. Awalnya urin anakku memang pekat, namun setelah beberapa waktu bertambah cerah seperti urin bayi normal. Aku bersyukur karena anakku menunjukkan perkembangan yang bagus. Walaupun fesesnya masih berwarna kuning dempul /pucat, namun aku tetap optimis bahwa anakku bisa sembuh total.

Ketika dilakukan USG abdomen ketiga kalinya, hasilnya tidak berubah. Ukuran kantung empedunya tidak mengalami perubahan walaupun lambung sudah dimasuki makanan. Dari situ dokter berkesimpulan bahwa kemungkinan kantung empedu Raihan mengalami inflamasi (peradangan) dan ini bisa jadi merupakan awal dari terjadinya atresia bilier. Beliau meminta pada kami untuk tetap rajin meminumkan puyer dan memeriksa zat buang hasil metabolisme tubuh Raihan sambil terus berdoa agar Raihan menunjukkan perkembangan yang signifikan. Beliau juga meminta agar kami bersabar sebab anak penderita kasus hepatology membutuhkan waktu yang cukup lama bahkan berbulan – bulan untuk sembuh total. Aku berdoa agar anakku hanya membutuhkan kurang dari waktu yang diprediksi dokter.

Alhamdulillah, seminggu setelahnya, setelah rutin diterapi puyer dan minum ASI eksklusif, Raihan menunjukkan tanda – tanda yang menggembirakan. Dari hasil tes darahnya terlihat bahwa komponen darahnya stabil, dan kadar bilirubin directnya berkurang. Dari 25 sekian saat dirujuk ke rs pemerintah, menjadi 19 sekian. Kami pun diperbolehkan membawanya pulang setelah dua minggu menginap di rumah sakit dan statusnya berubah menjadi rawat jalan.

Tak tergambarkan betapa sukacitanya keluarga di rumah. Raihan, bayi kecil yang dicinta sudah dibawa pulang, merasakan atmosfir homey yang membuatnya nyaman. Ia begitu menikmati bercanda dengan orang tuanya, kakek neneknya, saudara – saudaranya. Semuanya. Kami menjalani ritual harian laiknya keluarga yang memiliki bayi. Tetangga dan kawan – kawan datang menjenguk, tak habis – habisnya membicarakan bayi mungil yang menurut mereka sangat kuat hingga mampu bertahan selama ini. Perawat dari rumah sakit Islam Jemursari pun datang menjenguk, membawakan cindera mata dan menimang bayi yang mereka rawat sedari lahir namun belum sempat mereka gendong. Lengan dan kakinya diperiksa, mengingat saat masih dirawat di sana selang infus dan transfusi menempel bergantian di berbagai tempat hingga pembuluh venanya banyak yang pecah. Dan prosedur itu dilakukan setiap hari. Subhanallah… bekas luka suntikannya sudah menghilang. Momen itu sangat mengharukan. Sungguh masa – masa yang takkan pernah terlupa.

Memoar Raihan, sang Permata Jiwa (2)

Operasi pertama

Jam 04.00 tanggal 23 Maret 2013, pada usia dua hari ia menjalani operasi jejunostomy, semacam pembuatan lubang ke dalam jejunum lewat dinding perut. Dokter memotong bagian usus yang buntu. Karena ukuran kedua usus yang terpisah tidak sama, akhirnya dokter memutuskan untuk menunda penyambungan usus dan membuatkan anus buatan di perut sembari menstimulasi usus agar tumbuh sama besar. Alhamdulillah dokter bedah anakku merupakan yang terbaik di bidangnya. Beliau seringkali dipercaya menangani operasi besar pada bayi di berbagai daerah di Indonesia. Padanya kusematkan harapan – selain pada Allah tentunya- bahwa ia pun mampu melaksanakan operasi anakku dengan sukses.

Saat aku menemui anakku di ICU, hatiku rasanya pedih melihatnya terbaring lemah tanpa sadar pasca operasi. Wajahnya begitu imut, menimbulkan rasa sayang dan iba pada setiap orang yang melihatnya. Aku mengajaknya berbicara, bersenandung, melantunkan doa, agar ia merasa bahwa ia tidak sendiri. Agar ia merasa dikelilingi oleh cinta yang besar dari ayah ibunya. Agar ia kuat dan mampu bertahan. Alhamdulillah ia selalu merespon setiap kali diajak berkomunikasi.

Dua minggu setelahnya, dokter bedah anakku melakukan pemeriksaan barium enema untuk melihat apakah kondisi ususnya sudah sama besar dan siap dilakukan penyambungan. Alhamdulillah hasilnya sangat menggembirakan. Dokter bilang bahwa esoknya sudah bisa dilakukan operasi penyambungan. Aku dan suami beserta keluarga sangat lega mendengar berita ini. Kami bersukacita, karena itu berarti anakku tidak akan menginap di rumah sakit terlalu lama.

Namun alangkah khawatirnya kami saat malam harinya Raihan -nama panggilan anakku- panas. Suhu tubuhnya mencapai 38 C padahal sebelumnya selalu stabil. Dokter meminta operasinya ditunda, menunggu suhu badannya turun dulu. Akhirnya semalaman kami memonitor suhu badannya dan syukurlah, siangnya suhunya sudah kembali normal. Aku menungguinya di rumah sakit sampai sore. Senang membayangkan esok harinya operasi penyambungan akan dilakukan. Namun bahagia itu tidak berlangsung lama. Kami begitu terkejut saat suster menyerahkan hasil tes darah dan menyampaikan hasil analisisnya dengan sangat hati – hati. Semua komponen darahnya normal, kecuali trombosit yang terjun bebas menjadi 0,6 sekian dari sebelumnya 100 koma sekian. Kami begitu pucat pasi, dan dokter meminta agar dilakukan transfusi trombosit malam itu juga.

Aku menemui anakku dan memberinya semangat untuk bisa bertahan. Ia menangis, meronta – meronta seakan kesakitan. Kukuatkan diriku untuk tidak meneteskan airmata di hadapannya. Aku harus mampu menghiburnya, walaupun hatiku serasa lebur. Esoknya saat diperiksa, kadar trombositnya meningkat hingga 10. Dokter bedah anak dan dokter biusnya tidak mau melaksanakan operasi jika kadar trombositnya belum mencapai 100. Jika dipaksakan, resikonya akan terjadi perdarahan hebat. Ya Allah.. jauh sekali dengan kondisinya saat itu. Namun kami harus tetap optimis bisa mencapai target.

 

Operasi kedua

Selama seminggu setelahnya, dilakukan transfusi TC, PRC, FWB, FFP beberapa kantong untuk menstabilkan kondisi anakku. Selama itu pula, kondisi anakku naik turun. Akhirnya tanggal 17 April 2013 pukul 09.00, pada usia 28 hari anakku menjalani operasi penyambungan. Aku tidak sanggup berbicara dengan siapapun saat operasi berlangsung. Bibirku melafadzkan dzikir, memunajatkan doa penuh harap agar operasinya berhasil. Sebentar sebentar aku melihat pintu, berharap bukan gambaran dokter yang membawa kabar buruk yang muncul. Sungguh tidak mampu dilukiskan dengan kata – kata apa yang yang berkecamuk dalam pikiranku saat itu.

Jam 12 siang perawat membuka pintu dan mempersilakan kami masuk. Setelah bertemu dokter bedahnya, beliau menjelaskan bahwa operasinya berjalan dengan sangat lancar dan tidak terjadi bleeding (perdarahan). Bersyukur sekali mendengar berita itu. Lalu beliau mempersilakan kami menemui Raihan. Subhanallah… hanya dalam 2 jam pasca operasi ia sudah bisa menangis. Perawat di ruang neonatus pun ikut bahagia dan lega mengetahui kabar ini. Mereka mengantar Raihan masuk ke ruang ICU sembari menunggu kondisinya pulih pasca operasi.

Karena imunitasnya yang rendah, kami menyetujui saran dokter untuk memberinya obat IVIg yang berisi immunoglobulin dan harganya cukup tinggi. Saat itu kami berpikir untuk memberikan yang terbaik pada si kecil. Harta bisa dicari tapi nyawa harus segera diselamatkan.

Alhamdulillah kondisinya berangsur membaik dan bahkan 2 minggu setelahnya, saat Raihan berusia sebulan lebih, aku bisa menggendongnya untuk pertama kali. Tak tergambarkan bahagia yang kurasa saat itu, aku bisa menciumi wajahnya, aku bisa menyentuhnya, aku bisa menggendongnya sepuasku setelah sebulan lamanya berada di dalam inkubator. Subhanallah..  kebahagiaan menjadi ibu begitu lengkap rasanya.

 

Memoar Raihan, sang Permata Jiwa (1)

Sebulan yang lalu, tanggal 26 Mei 2013, putra pertamaku, yang dalam setiap harapku senantiasa kuselipkan namanya, Ahmad Raihan Fachry Al Ayyubi, telah berpulang kepadaNya.

Permata jiwaku, yang kukandung selama 9 bulan, yang selalu kusemai dengan doa sejak aku tahu ia tumbuh di dalam rahimku, telah tiada..

Ia begitu kuat, begitu tangguh, semangatnya untuk bertahan hidup sangatlah besar. Ia mengajarkan padaku dan suamiku, bahwa dalam hidup, adalah sebuah keharusan untuk senantiasa pantang menyerah, untuk senantiasa mengerahkan usaha terbaik, untuk meyakini bahwa janji Allah pada hambaNya yang bersungguh – sungguh berdoa dengan ikhtiar sekeras mungkin adalah suatu hal yang niscaya. Bahwa setelah hujan akan datang pelangi, bahwa setelah badai akan muncul mentari dengan sinarnya yang lembut menyapa.

Semua bermula dari diagnosis obgyn saat aku melakukan USG 4 dimensi. Usia kehamilanku saat itu 29 minggu. Usia yang cukup ideal karena saat itu ukuran janin tidak terlalu kecil dan tidak pula terlampau besar. Alhamdulillah semua organnya sempurna, jumlah jari kaki dan tangan lengkap, telinga pun sepasang. Semuanya berukuran normal. Alangkah terkejutnya kami, pada akhir sesi konsultasi, dokter menyampaikan dengan nada yang hati – hati, bahwa tampak adanya atresia (penyumbatan) di daerah usus janinku. Sedih, iya. Masygul, iya. Tapi saat itu kami tetap optimis, bahwa si kecil akan mampu bertahan dan kondisinya akan membaik seiring waktu.

Minggu demi minggu berlalu. Setiap kali gambar janinku tampil di layar monitor USG, setiap kali itu pula kami menahan nafas, deg – degan menanti hasilnya. Dan ternyata, seiring dengan semakin bertambahnya usia kehamilanku, semakin terlihat jelas bahwa ukuran lingkar perut janinku jauh lebih besar daripada janin seusianya. Aku tidak puas dengan hasil USG di obgyn yang kupilih. Aku pun berusaha mencari second opinion. Aku dan suamiku mendatangi obgyn lainnya yang sudah tersohor pula keahliannya di bidangnya, berharap mendapatkan hasil yang berbeda. Dan ternyata, beliau pun mengungkapkan hasil yang sama, bahkan beliau menjelaskan kemungkinan penyakit yang diderita anakku sama dengan cucu kedua pemimpin negriku, yaitu hisprung.

Pikiranku sangat kalut. Muncul pertanyaan tanpa bisa ditahan, mengapa hal ini bisa terjadi? Selama ini aku berusaha menjaga asupan nutrisi yang kumakan setiap hari, aku berusaha menjaga stamina agar tidak kelelahan mengingat aktivitas yang cukup padat. Dan alhamdulillah selama kehamilan aku tidak pernah sakit sama sekali. Morning sickness pun sangat jarang kualami. Vitamin dari dokter serta susu kehamilan pun rajin kukonsumsi. Tes darah untuk memeriksa apakah aku terkena toxo, CMV, atau rubella pun menunjukkan hasil negatif. Lantas apa penyebabnya? Pertanyaan itu selalu terngiang dalam kepalaku. Tapi aku tidak mau larut dalam kesedihan. Aku mencoba memperbanyak porsi sayur dan buah – buahan. Aku minum air putih, air kelapa hijau, air zam zam dengan harapan bisa melakukan detoksifikasi yang nantinya berpengaruh pada tumbuh kembang janinku agar ia semakin sehat. Sangat besar keyakinanku bahwa apa yang dialami si kecil akan berubah. Akan datang keajaiban yang membuatnya tumbuh sehat sebagaimana bayi normal.

Hari demi hari kujalani dengan waswas. Setiap saat aku berdoa mudah – mudahan aku bisa melahirkan bayi yang lucu dan sehat secara normal. Namun apa hendak dikata, obgynku menyarankan operasi Caesar, karena ada indikasi medis pada janinku yang membuat dokter tidak mau mempertaruhkan keselamatanku dan janinku. Aku pun mengubah cara pandangku, aku siap melahirkan dengan cara apapun, asal bayiku selamat. Menjadi ibu sejati bukanlah ditentukan oleh cara melahirkannya, tetapi lebih pada komitmen untuk menjaga dan merawat amanah dari Tuhan sebaik – baiknya.

Menjelang persalinan, saat usia kehamilanku 8 bulan, aku menanyakan pada obgynku, langkah apa yang dapat diusahakan dokter agar anakku bisa sembuh? Bagai tersambar petir rasanya saat dokter menjawab bahwa anakku harus dilakukan pembedahan. Dan itu harus dilakukan sesegera mungkin setelah ia lahir. Aku terduduk lemas. Tangisku pun pecah. Aku tidak sanggup menahan perasaan saat membayangkan bahwa anak sekecil itu harus dioperasi. Ya Allah… ya Allah… kuatkan hamba dan anak hamba, begitu pintaku.

Lima hari sebelum tanggal persalinan yang kurencanakan, aku merasakan kontraksi yang hebat. Awalnya hanyalah rasa mulas dan perut melilit yang tidak tentu datangnya. Menjelang maghrib, kontraksi itu mulai teratur. Intervalnya semakin dekat. 10 menit sekali gelombang rasa sakit itu menerpaku. Keluargaku mulai khawatir, dan segera membawaku ke Rumah Sakit Islam Jemursari. Kupilih rumah sakit itu karena ia pro ASI, dan para perawat disana sangat ramah, serta memberikan pelayanan yang menyenangkan. Suasananya pun sangat tenang, cukup membuat nyaman. Begitu sampai di sana, suster langsung memeriksa detak jantung janinku selama satu jam. Normal. Kontraksi pun semakin intens, 3 menit sekali. Suster lalu melakukan pemeriksaan dalam, namun ternyata pembukaan masih nol. Aku memutuskan untuk menginap di rumah sakit karena air ketuban sudah merembes. Semalaman tidak bisa tidur. Subhanallah.. aku baru bisa memahami mengapa kedudukan ibu sangat dimuliakan dalam Islam. Dalam kelembutannya, ibu menyimpan kekuatan yang luar biasa.

Pagi jam setengah 9 aku dipersiapkan menuju ruang operasi. Kejadiannya begitu cepat, hingga aku tidak sempat merasa gelisah, takut, khawatir dengan kondisiku. Bayangan ruang operasi yang katanya menyeramkan pun tidak kuperhatikan. Yang aku pikirkan hanyalah kondisi anakku. Tepat jam 9.40 buah hatiku lahir. Ia menangis keras, aku ingin sekali melakukan IMD saat itu juga. Namun hal itu tidak memungkinkan karena kondisi medis anakku. Ia harus segera menjalani pemeriksaan untuk mempersiapkan dirinya dioperasi. Ternyata anakku mengalami atresia duodenum, yaitu tidak terbentuknya atau tersumbatnya duodenum (bagian terkecil dari usus halus) sehingga tidak dapat dilalui makanan yang akan ke usus. Kelainan bawaan ini memang langka, terjadi pada 1 banding 3.000 – 4.500 kelahiran hidup dan masih belum diketahui dengan jelas apa penyebabnya hingga sekarang.

So Soon..

Every time I close my eyes I see you in front of me
I still can hear your voice calling out my name
And I remember all the stories you told me
I miss the time you were around
But I’m so grateful for every moment I spent with you
‘Cause I know life won’t last forever

You went so soon, so soon
You left so soon, so soon
I have to move on ’cause I know it’s been too long
I’ve got to stop the tears, keep my faith and be strong
I’ll try to take it all, even though it’s so hard
I see you in my dreams but when I wake up you are gone
Gone so soon

Night and day, I still feel you are close to me
And I remember you in every prayer that I make
Every single day may you be shaded by His mercy
But life is not the same, and it will never be the same
But I’m so thankful for every memory I shared with you
‘Cause I know this life is not forever

There were days when I had no strength to go on
I felt so weak and I just couldn’t help asking: “Why?”
But I got through all the pain when I truly accepted
That to God we all belong, and to Him we will return,

-Maher Zain-

Ahmad Raihan Fachry Al Ayyubi (alm.)

Ahmad Raihan Fachry Al Ayyubi (alm.)

Selamat jalan, permata jiwa…

Ia telah menghadap Sang Pencipta…

Allah telah mengangkat deritanya…

Menghilangkan sakitnya…

Insya Allah ia telah bahagia disana…

Semoga Allah mengizinkan kita berkumpul kelak di jannahNya…

Doa ummi abi selalu untukmu nak…