Think. Feel. Share. Inspire.

Mengikhlaskannya…

Sudah 20 hari ikut #KelasBerbenahSadis dan selama itu saya berjibaku menyingkirkan keengganan alias mager gara-gara denial mau membereskan tumpukan barang seantero rumah, dari teras, ruang tamu, sampai dapur.
Barang-barang hadiah pernikahan, kelahiran anak, berkatan, selamatan, yang meskipun sudah berulangkali dihibahkan tapi anehnya masih banyak juga.
Maklum, berbenahnya random sekali, tanpa ilmu.
Ketika mengikuti materi dan menyelesaikan tugas – tugas #KBSE10, takjub sekali melihat betapa banyak barang di rumah baik dari hasil pembelian sendiri maupun pemberian orang lain. Mending kalau dipakai semua, ini hampir sepertiga hanya menjadi pajangan. Aduh kanak.
Nah, di sela-sela berbenah, yang difokuskan pada barang-barang yang usianya sudah lebih dari 1 tahun, mau tidak mau, suka tidak suka, saya menuju 1 spot yang sengaja saya sembunyikan.
Karena terlalu banyak kenangan.
Karena terlalu banyak air mata.
Karena terlalu banyak cerita sedih di baliknya.

Spot itu adalah 1 kontainer plastik berisi baju bayi dan perlengkapan bayi almarhum anak ketiga saya, yang saya beli akhir tahun 2018. Karena meninggal dunia hanya 2 jam setelah lahir, dia tidak pernah memakai pakaian-pakaian itu.
Sebenarnya, beberapa bulan lalu, saat saudara saya melahirkan, saya berikan hampir 2/3 baju-baju dan perlengkapan bayi anak ketiga saya.
Tapi sebagian kecil masih saya simpan sebagai kenangan.
Jika saya sedang berbenah dan membuka kontainer berisi sisa baju-bajunya, saya akan duduk berjam-jam memandanginya, menyentuhnya, melipatnya kembali, berharap akan ada lagi yang hadir di rahim saya dan ketika saatnya tiba, akan menggunakan baju-baju itu.

Membutuhkan waktu lama untuk sembuh dan mengikhlaskan kepergian anak ketiga ini, mungkin karena ini adalah kehilangan yang kedua. Sehingga kenangan tentangnya, barang-barang yang telah saya siapkan untuknya pun sangat terasa emosional.

Saya kuatkan hati saya, saya teguhkan tekad saya untuk kembali membuka plastik pembungkusnya.
Saya sentuh satu-satu, saya pandang dengan mata berkaca-kaca. Rasanya sudah tiba saatnya saya ikhlaskan barang-barang ini untuk pergi, dihibahkan kepada orang yang lebih membutuhkannya.
Saya hubungi teman saya yang memiliki komunitas Anak Berkebutuhan Khusus dengan sindrom Cerebral Palsy (CP) dan kebetulan dia menyampaikan ada tetangga yang sedang hamil tua dan membutuhkan baju-baju bayi. Saya menguatkan hati saya dan menyampaikan kepadanya bahwa saya menitipkan barang-barang bayi ini untuk diberikan.

Saya masukkan ke dalam plastik kemasan lagi dan saya ucapkan terakhir kali ungkapan terimakasih karena sudah menemani saya melewati masa-masa mengalami kepedihan dan duka mendalam karena kepergian anak yang telah dinanti-nanti 9 bulan lamanya.
Setelah barang selesai dipacking, ada semacam perasaan lega luar biasa yang menyeruak. Membuat saya takjub. Betapa ternyata saya bisa menghadapi situasi ini.
Terimakasih mbak Rika. Terimakasih mbak Resi Hira Ratu Regina.
Semoga menjadi tabungan pahala kebaikan bagi kalian berdua, mentor dan asisten mentor #KelasBerbenahSadisElementary, menjadi wasilah kesembuhan hati saya melepaskan diri dari Barang Sentimentil untuk diberikan ke tangan yang tepat.

Leave a comment